Saat
ini per tanggal 14 Februari 2021 menurut data yang dilansir oleh (Tim
Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, 2021) tercatat
di Indonesia jumlah terkonfirmasi positif COVID-19 mencapai 1.217.468 kasus.
Jumlah pasien yang telah dinyatakan sembuh ada sebanyak 1.025.263 dan 33.183
kematian. Kondisi pandemi COVID-19 yang belum berakhir memberikan dampak pada
banyak pihak, salah satunya pada dunia pendidikan. Kebijakan
yang diambil oleh banyak negara termasuk Indonesia dengan meliburkan seluruh
aktivitas pendidikan, membuat pemerintah dan lembaga terkait harus menghadirkan
alternatif proses pendidikan bagi peserta didik maupun mahasiswa yang tidak
bisa melaksanakan proses pendidikan pada lembaga pendidikan (Riyanda, dkk,
2020:66-71). Hal ini didukung oleh Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus
Disease (COVID-19) dalam format PDF ini ditandatangai oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nadiem Makarim pada tanggal 24 Maret 2020.
Meski
dalam kondisi yang serba terbatas karena pandemi COVID-19 tetapi masih dapat
melakukan pembelajaran dengan cara daring (dalam jaringan). Hal yang menjadi
hambatan adalah orang tua harus menambah waktu untuk mendampingi anak-anak.
Sedangkan dari segi guru, guru menjadi melek teknologi dan dituntut untuk
belajar banyak hal khususnya pembelajaran berbasis daring. Terdapat kendala
guru dalam melakukan pembelajaran daring kepada siswa diantaranya adalah kurangnya
pemahaman siswa ketika melakukan proses belajar daring. Hal ini dikarenakan
siswa kurang paham dengan pembelajaran yang diajarkan oleh guru karena tidak
bertatap muka langsung dan guru sulit untuk memantau perkembangan belajar
siswa. Faktor utama yang lebih penting lagi adalah kurangnya fasilitas yang
dimiliki oleh siswa ketika belajar daring karena tidak semua siswa memiliki
komputer ataupun smartphone sebagai
media pembelajaran menggunakan daring. Selain itu faktor yang lain adalah paket
internet yang tidak bisa dijangkau oleh semua siswa (Andri, 2020:282-289).
Adapun
problem yang dihadapi orang tua dalam pembelajaran model distance learning adalah kesulitan mengatur waktu, jaringan yang
kurang stabil, orang tua yang gaptek (gagap teknologi), membutuhkan kesabaran
yang cukup tinggi dan cara pendampingan ketika orang tuanya masuk kerja. Faktor
yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang berasal dari luar diri siswa
adalah lingkungan keluarga. Keluarga memiliki peranan penting atas pengajaran
dan perlindungan anak dari mulai anak lahir sampai dengan remaja. Keluarga
memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak, karena keluargalah
terutama orang tua adalah lingkungan serta orang yang pertama kali dikenal oleh
anak, sehingga pendidikan dasar merupakan tanggung jawab orang tua (Didik,
2020:55-66).
Menurut
Walgito (dalam Mawarsih dkk, 2013:1-13) perhatian adalah pemusatan atau
konsentrasi dan seluruh aktivitas individu yang ditujukan pada sesuatu atau
sekumpulan obyek. Perhatian orang tua adalah suatu aktivitas yang tertuju pada
suatu hal dalam hal ini adalah aktivitas anak dalam belajar yang dilakukan oleh
orang tuanya. Orang tua bisa berarti ayah, ibu atau wali dalam keluarga yang
bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Perhatian, kasih sayang, materi
harus secara seimbang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Arahan dari
orang tua tentang pentingnya belajar dan disertai bimbingan dari orang tua
terhadap anak akan dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi pada anak
sehingga anak akan mudah dalam mencapai prestasi belajar yang optimal (Mawarsih
dkk, 2013:1-13). Dengan alasan itulah kesibukan orang tua sangat mempengaruhi
hasil belajar anak terlebih pada masa pandemi.
Orang tua merupakan sosok pertama dan utama dalam
pendidikan anak. Meskipun anak telah dititipkan ke sekolah, bukan berarti orang tua akan lepas tanggungjawab dalam mendidik anaknya, orang tua tetap berperan
terhadap prestasi belajar anak. Arifin (dalam Umar, 2015:20-28)
menyebutkan, ada tiga peran orang tua yang berperan dalam prestasi belajar
anak, yaitu: 1) Menyediakan kesempatan sebaik-baiknya kepada anak untuk
menemukan minat, bakat, serta kecakapan-kecakapan lainnya serta mendorong anak
agar meminta bimbingan dan nasehat kepada guru; 2) Menyediakan
informasi-informasi penting dan relevan yang sesuai dengan bakat dan minat
anak; 3) Menyediakan fasilitas atau sarana belajar serta membantu
kesulitan belajarnya.
Pembelajaran daring yang diakibatkan
oleh adanya covid-19 tentu saja berpengaruh pada perilaku sosial emosional pada
anak yaitu anak kurang bersikap kooperatif karena anak jarang bermain bersama,
kurangnya bersosialisasi dengan teman terbatasi adanya belajar dirumah, emosi
anak yang terkadang merasa bosan dan sedih, anak merasa rindu teman dan guru,
dan anak juga tercatat mengalami kekerasan verbal karena proses belajar yang
tidak lazim (Kusuma dan Sutapa, 2021: 1635-1643). Kemenkes Fidiansjah (dalam
Kusuma dan Sutapa, 2021: 1635-1643) menyatakan bahwa dampak sosial emosional
anak dari pembelajaran daring cukup mengkhawatirkan diantaranya adalah anak
merasa bosan karena selalu berada di dalam rumah, anak merasa rindu ingin
bertemu dengan teman-teman dan gurunya dan anak juga tercatat mengalami
kekerasan verbal.
Pengaruh pembelajaran daring pada
perilaku sosial emosioanal
tidak hanya terjadi pada anak, hal tersebut juga dialami oleh orang tua sebagai
guru pengganti selama pembelajaran di rumah. Banyak orang tua yang mengeluhkan
sulitnya membimbing anak belajar di rumah, mulai dari menyelesaikan tugas-tugas
sekolah, mengawasi anak ketika pembelajaran daring berlangsung, ditambah lagi
ketika anak tidak menuruti orang tua karena perbedaan suasana belajar di rumah
dengan suasana belajar di sekolah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KPPPA) mengatakan bahwa kekerasan pada anak meningkat selama masa
pandemik COVID-19, yaitu dalam 3 minggu di bulan April 2020 terungap bahwa kekerasan pada anak mencapai 368 kasus yang dialami
oleh 407 anak, banyak orang tua yang belum siap dengan kondisi tetap di rumah
dan jadi pengasuh yang baik (Rezkisari, 2020). Pengelolaan emosi yang baik bagi
seorang ibu dalam mendampingi anak melaksanakan pembelajaran di rumah sangat
penting dilakukan untuk membantu anak mencapai pemahaman dalam proses
pembelajarannya (Raihana, 2020:132-139).
Banyak
metode yang dapat digunakan untuk pengajar dalam memberikan wawasan mengenai
sikap atau perilaku kepada peserta didik. Salah satunya dengan cara
memperkenalkan tokoh wayang. Wayang adalah kebudayaan bangsa Indonesia yang
kisah-kisahnya banyak mengandung manfaat dan nilai kebaikan yang bisa diambil
dan dipelajari dari setiap cerita pewayangan dan setiap tokohnya. Dari
banyaknya cerita pewayangan dan tokohnya, terdapat salah satu tokoh yang dapat
dijadikan contoh untuk di ambil teladan sikapnya yaitu Dewi Wara Srikandi atau
yang lebih dikenal dengan Srikandi. Srikandi merupakan tokoh wayang wanita
dalam cerita perang Bharatayudha yang dikenal sebagai seorang yang pemberani
karena ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatria
Madukara dengan segala isinya. Selain dikenal sebagai pribadi yang pemberani,
Srikandi merupakan tokoh yang bertanggung jawab dan pantang menyerah, tidak
puas diri atau tidak sombong, bekerja keras, memiliki tekad yang kuat dan
merupakan pribadi yang percaya diri (Miranti dan Amzy, 2018:20-24).
Terinspirasi
dari tokoh wayang Srikandi, tim kami berinisiatif membuat suatu program yang
mampu mengembangkan peran orang tua yang berani menghadapi segala permasalahan
di masa pandemi COVID-19 saat ini, pantang menyerah dalam situasi apapun, penuh
tanggung jawab dan perhatian dalam mendidik anak selama belajar di rumah, dan
bertekad melindungi anak-anak dari ancaman era digital. Melalui “Program
Srikandi untuk Mengembangkan Peran Orang Tua dalam Pembelajaran di Masa Pandemi”
diharapkan dapat memberi pengetahuan dan kesadaran kepada orang tua pentingnya
mendidik dan mengajar anak dengan meneladani watak positif pada tokoh wayang
terutama dalam pembelajaran di masa pandemi.
Komentar
Posting Komentar